Untuk mencapai kedaulatan energi yang terbebas dari praktik mafia migas, Pemerintah melalui Kementerian ESDM membentuk Komite Reformasi Tata Kelola Migas dengan Faisal Basri sebagai ketua.
Dalam penjelasannya kepada pers di Kementerian ESDM, Minggu (16/11), Menteri ESDM Sudirman Said memaparkan, Indonesia tidak mungkin mencapai kedaulatan energi jika praktik mafia migas tidak pernah diberangus secara komprehensif. Alasannya, mafia migas melancarkan aksi-aksinya secara sistematis agar Indonesia terus tergantung pada BBM Impor.
“Ketergantungan pada BBM impor sangat menguras APBN yang pada gilirannya menyebabkan pembangunan kesejahteraan rakyat tidak pernah bisa dilaksanakan secara optimal,” katanya.
Pada level strategi kebijakan, lanjut Sudirman, mafia migas di satu sisi menghalangi dan atau “menyandera” para pengambil keputusan agar tidak mengeluarkan kebijakan yang mendorong adanya kegiatan eksplorasi. Jika pun ada, kegiatan eksplorasi diarahkan agar tidak dilakukan secara seksama. Dampaknya, cadangan minyak nasional terus berkurang.
Di sisi lain, mafia migas terus mengeluarkan wacana yang menyesatkan sehingga Indonesia dalam jangka waktu yang lama tidak lagi membangun kilang-kilang minyak tambahan yang sebenarnya sangat dibutuhkan. “Pada saat yang sama, kilang-kilang yang sudah beroperasi tidak pernah diperbarui atau diremajakan sehingga biaya produksinya menjadi tinggi, selain rentan mengalami gangguan,” tambahnya.
Sedangkan pada level organisasi, mafia migas aktif menghambat setiap upaya penertiban dan pembersihan organisasi tersebut dengan cara selalu berupaya menempatkan figur-figur yang bersedia menjadi perpanjangan tangan mereka. Jika ada figur yang berintegritas dan kompeten yang ditunjuk mengurus sektor migas, mafia migas tak segan menabur fitnah dan jebakan.
Lebih lanjut Sudirman mengungkapkan, pada level operasional, mafia migas menyokong dan atau melindungi berbagai upaya pencurian minyak secara fisik. Termasuk menyelundupkannya ke luar negeri. Akibatnya, dana subsidi BBM telah menjadi alat untuk memperkaya segelintir orang belaka.
Pemerintahan Jokowi-JK, tutumya, diamanatkan oleh rakyat Indonesia untuk untuk secepatnya memberantas mafia migas. Pemerintah menyadari hal ini tidak mudah dilakukan karena mafia migas sudah sedemikian menggurita dan menjangkau berbagai pemangku kepentingan, terkadang tanpa benar-benar disadari oleh pemangku kepentingan yang bersangkutan.
“Mafia migas dengan segala cara dipastikan akan melancarkan serangan balik. Pemerintah menyadarinya sebagai sebuah risiko politik yang harus dihadapi. Negara sudah saatnya tidak lagi tunduk atau terpedaya oleh para mafia migas. Rakyat Indonesia sudah saatnya memperoleh kembali haknya mendapatkan energi secara adil,” tegas Sudirman.
Sebagai langkah awal, Pemerintah membentuk Komite Reformasi Tata Kelola Migas. Disadari, keberadaan Komite Reformasi Tata Kelola Migas tidak cukup untuk mewujudkan kedaulatan energi. Karena itu, Pemerintah melalui Kementerian ESDM akan terus mengeluarkan kebijakan, regulasi dan program kerja untuk mendobrak berbagai kebuntuan dan jebakan yang menghalangi upaya Bangsa Indonesia mewujudkan kedaulatan energinya.
Prinsip Reformasi Tata Kelola Migas
Surat keputusan pembentukan Tim/Komite Reformasi Tata Kelola Migas ditandatangani Menteri ESDM Sudirman Said pada Jumat (14/11). Pemerintah menetapkan empat prinsip reformasi tata kelola migas yaitu penguatan kepemimpinan yang berintegras dan kompeten, penyederhanaan bisnis proses dan perizinan melalui proses standarisasi, penguatan transparansi dalam bisnis proses dan mengembalikan meritokrasi.
Menteri ESDM Sudirman Said dalam konferensi pers di Kementerian ESDM, Minggu (16/11), memaparkan, prinsip penguatan kepemimpinan yang berintegras dan kompeten maksudnya adalah mendorong penguatan leadership dan institusi. Pemerintah ingin meyakinkan, seluruh lini di migas dipimpin oleh orang-orang yang memiliki integritas dan kompetensi tinggi. “Satu per satu akan kita sisir, kita lihat, review,” kata Sudirman.
Prinsip kedua, penyederhanaan bisnis proses dan perizinan melalui proses standarisasi, yaitu menyederhanakan seluruh proses dan membuat standarisasi sehingga masyarakat atau orang mengetahui prosedurnya.
Prinsip penguatan transparansi dalam bisnis proses, menurut Sudirman, salah satu cara menghilangkan ‘kegelapan’ adalah membawanya ke publik.
Terakhir, prinsip mengembalikan meritokrasi yaitu Pemerintah berkeinginan pemain di migas baik di hulu, hilir maupun tengah, haruslah orang-orang yang memiliki kemampuan, baik modal, teknologi maupun sumber daya manusia. “Pada waktunya, tim akan menyaring kembali siapa-siapa yang layak bermain di sektor migas,” tegasnya.
Sumber : www.migas.esdm.go.id)